Kemerdekaan
bukanlah hal yang gratisan. Dibutuhkan perjuangan untuk memperolehnya, seperti
nyawa dan harta sebagaimana semestinya. Tidak sampai di sana juga diperlukan
perjuangan dalam rangka merangkul entitas lain untuk mengakuinya. Begitupun
Indonesia, tetap berjuang bukan hanya dengan senjata melainkan juga dengan
diplomasi guna menggalang dukungan luar negeri. Upaya ini dilakukan untuk
mengusir entitas penjajah Belanda yang ingin terus mencaplok bumi pertiwi.
Kemerdekaan Indonesia |
Berdasarkan penelusuran literatur sejarah, negara yang terdepan dalam
pengakuan terhadap kemerdekaan bumi pertiwi adalah Mesir. Secara de facto, kemerdekaan NKRI diakui Mesir
pada 22 Maret 1946. Kemudian disusul oleh Liga Arab pada 18 November 1946.
Setelah itu diikuti Suriah pada 3 Juli 1947. Libanon dan Irak pun menyusul pada
9 Juli 1947.
Begitu kemerdekaan Indonesia tersebar ke luar negeri, pemerintah Mesir
langsung mengirim utusannya yang berada di Bombay ke Jogjakarta (ketika itu
ibukota RI sementara), bernama Mohamad Abdul Mun’im, bersama Muriel Pearson
(nama samarannya adalah Ketut Tantri, seorang perempuan Amerika yang pro
kemerdekaan sejak masa revolusi) dengan berani menembus blokade Belanda.
Beliau menyampaikan dokumen resmi pemerintah Mesir dalam mengakui
kemerdekaan RI tersebut. Ini pertama kalinya dalam sejarah, utusan resmi suatu
negara mempertaruhkan nyawanya untuk menyampaikan dukungan kemerdekaan. Inilah
perutusan pertama negara lain yang mendukung kemerdekaan RI. Pada 15 Maret 1947
bertepatan dengan HUT Mesir ke 23, keduanya menghadap Presiden Soekarno untuk
mewakili pemerintah Mesir sekaligus utusan Liga Arab guna menjelaskan posisi
dukungan mereka terhadap kedaulatan RI.
Pengakuan secara de jure
(hukum) oleh Mesir ditandatangani pada 10 Juni 1947, ditandai perjanjian
Persahabatan RI-Mesir dan sekaligus mendirikan Kedutaan RI pertama di luar
negeri.
Prosesi Pengakuan Secara de Jure |
Kemudian, dukungan Mesir tersebut dilanjutkan dengan Perjanjian
Persahabatan Indonesia - Mesir. Ketika penandatanganan dokumen kerjasama ini di
Kairo, Kedutaan Belanda di Mesir menyerbu masuk ke dalam ruangan kerja Perdana
Menteri Mesir untuk mengajukan protes. Tetapi dengan bersikeras, Mesir
mengabaikan protes tersebut. Pengakuan Mesir ini terjadi karena kedekatan tokoh
tokoh perjuangan kemerdekaan RI dengan tokoh Ikhwanul Muslimin di Mesir.
Seperti Agus Salim, Sutan Syahrir, M.Natsir dengan tokoh pergerakan IM.
Perjanjian Kerja Sama RI dan Mesir sumber |
Dukungan ini disambut dengan hangat dan bahagia oleh Soekarno yang
menyatakan bahwa: “karena diantara
kita terdapat timbal balik pertalian agama”.
Sementara Sutan
Syahrir sendiri menyebutkan bahwa,: “persaudaraan
islam ini adalah suatu kenyataan dalam memutus rantai penjajahan asing”.
Ikhwanul Muslimin dan Kemerdekaan NKRI |
Sementara alasan Liga Arab menganjurkan kepada semua negara anggotanya
supaya mengakui Indonesia sebagai negara merdeka yang berdaulat karena
didasarkan pada ikatan akidah Islamiyah, ukhuwah Islamiyah dan kekeluargaan.
Bung Hatta Bersama Pemimpin-Pemimpin Arab |
Bahkan yang menarik, justru dukungan Palestina lebih
awal setahun sebelum proklamasi. Palestina diwakili oleh Mufti Besarnya, Syaikh
Muhammad Amin Al-Husaini. Pada 6 September 1944, Radio Berlin berbahasa Arab
menyiarkan ‘ucapan selamat’ dari Syaikh Amin Al-Husaini ke seluruh dunia Islam
untuk dukungannya pada kemerdekaan Indonesia.
Sumber:
-http://luar-negeri.kompasiana.com/2012/08/16/palestina-dan-mesir-negara-yang-mengakui-kemerdekaan-ri-pertama-kali-479940.html
dalam “ Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri ” yang ditulis oleh
Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia , M. Zein Hassan Lc.
0 Response to "Pengakuan Kedaulatan NKRI oleh Mesir Adalah yang Pertama"
Posting Komentar
Silahkan berkomentar