Abdurrahman bin ‘Auf (bagian I)


Abdurrahman bin ‘Auf termasuk kelompok delapan orang yang mula-mula masuk Islam; termasuk kelompok sepuluh yang diberi kabar gembira oleh Rasulullah masuk surga; termasuk enam orang shahabat yang bermusyawarah (tim formatur) dalam pemilihan khalifah sesudah Umar bin Khattab Al-Faruq; dan seorang mufti yang dipercayai Rasulullah berfatwa di Madinah selagi beliau masih hidup di tengah-tengah masyarakat kaum muslimin.

Namanya pada masa jahiliyah ialah Abd Amr. Setelah masuk Islam, Rasulullah memanggilnya Abdurrahman. Itulah dia Abdurrahman bin Auf. Abdurrahman bin Auf masuk Islam sebelum Rasulullah masuk ke rumah Al-Arqam, yaitu dua hari sesudah Abu Bakar masuk Islam.

Sama halnya dengan kelompok kaum muslimin yang pertama-tama masuk Islam, Abrurrahman pun tidak luput dari penyiksaan dan tekanan kaum kafir Quraisy. Tapi dia sabar dan tetap sabar. Pendiriannya teguh dan senantiasa teguh. Dia menghindar dari kekejaman kaum Quraisy, tetapi selalu setia dan patuh membenarkan risalah Muhammad. Kemudian dia turut hijrah ke Habasyah bersama kawan-kawan seiman untuk menyelamatkan diri dan agama dari tekanan kaum Quraisy yang senantiasa menteror mereka.

Tatkala Rasulullah SAW dan para shahabat beliau diizinkan Allah hijrah ke Madinah. Abdurrahman menjadi pelopor orang-orang yang hijrah untuk Allah dan Rasul-Nya. Dalam perantauan, Rasulullah memepersaudarakan orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar. Maka, Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Sa'ad ibnu Rabi' Al Anshari.

Pada suatu hari Sa'ad berkata kepada Abdurrahman, "Wahai saudaraku Abdurrahman! Aku termasuk orang kaya diantara penduduk Madinah. Hartaku banyak. Saya mempunyai dua bidang kebun yang luas, dan dua orang pembantu. Pilihlah olehmu salah satu diantara kedua kebunku itu, kuberikan kepadamu mana yang kamu sukai. Begitu pula salah seorang diantara kedua pembantuku, akan kuserahkan mana yang kamu senangi, kemudian aku kawinkan engkau dengan dia." Jawab Abdurrahman, "Semoga Allah melimpahkan berkat-Nya kepada saudara, kepada keluarga Saudara, dan kepada harta Saudara. Saya hanya akan minta tolong kepada Saudara menunjukkan di mana letaknya pasar di Madinah ini."

Sa'ad menunjukkan pasar tempat berjual beli kepada Abdurrahman. Maka, mulailah Abdurrahman berniaga di sana, berjual beli, berlaba dan merugi. Belum berapa lama dia berdagang terkumpullah uang-uangnya sekedar untuk mahar kawin. Dia datang kepada Rasulullah memakai harum-haruman, beliau menyambut kedatangan Abdurrahman seraya berkata, "Wah, alangkah wanginya kamu, hai Abdurrahman." Kata Abdurrahmah, "Saya hendak kawin, ya Rasulullah." Tanya Rasulullah, "Apa mahar yang kamu berikan kepada istrimu?"
Jawab Abdurrahman, "Emas seberat biji korma." Kata Rasulullah, "Adakan kenduri, walalu hanya dengan menyembelih seekor kambing. Semoga Allah memberkatimu dalam pernikahan dan harta kamu." Kata Abdurrahman, "Sejak itu dunia datang menghadap kepadaku (hidupku makmur dan bahagia). Hingga seandainya aku angkat sebuah batu, maka di bawahnya kudapati emas dan perak."

Dalam perang Badar Abdurrahman turut berjihad fi sabilillah, dan dia berhasil menewaskan musuh-musuh Allah, antara lain 'Umair bin 'Utsman bin Ka'ab at-Taimy. Dalam perang Uhud dia tetap teguh bertahan di samping Rasulullah, ketika tentara kaum muslimin keluar sebagai pemenang, Abdurrahman mendapat hadiah-hadiah sembilan luka parah menganga di tubuhnya, dan dua puluh luka-luka kecil. Walaupun luka kecil, namun diantaranya ada yang sedalam anak jari. Sekalipun begitu perjuangan dan pengorbanan Abdurrahman di medan tempur jauh lebih kecil dibandingkan dengan perjuangan dan pengorbanannya dengan harta benda.



Pada suatu hari Rasulullah berpidato membangkitkan semangat jihad dan pengorbanan kaum muslimin. Beliau berdiri di tengah-tengah para shahabat. Kata beliau, antara lain, "Bersedekahlah tuan-tuan. Saya hendak mengirim suatu pasukan ke medan perang". Mendengar ucapan Rasulullah tersebut Abdurrahman bergegas pulang ke rumahnya dan cepat pula kembali ke hadapan Rasulullah di tengah-tengah kaum muslimin. Katanya, "Ya, Rasulullah! Saya mempunyai uang empat ribu. Dua ribu saya pinjamkan kepada Allah dan dua ribu saya tinggalkan untuk keluarga saya." Lalu uang yang dibawanya dari rumah diserahkannya kepada Rasulullah dua ribu. Sabda Rasulullah, "Semoga Allah melimpahkan berkat-Nya kepadamu, terhadap harta yang kamu berikan, dan semoga Allah memberkati pula harta yang kamu tinggalkan untuk keluargamu."

Ketika Rasulullah bersiap untuk menghadapi perang Tabuk, beliau membutuhkan jumlah dana dan tentara yang tidak sedikit, karena jumlah tentara musuh yaitu tentara Rum cukup banyak. Di samping itu Madinah tengah mengalami musim panas. Dana yang tersedia hanya sedikit. Begitu pula hewan kendaraan tidak mencukupi.

Banyak diantara kaum muslimin yang kecewa sedih karena ditolak Rasulullah menjadi tentara yang akan turut berperang, sebab kendaraan untuk mereka tidak mencukupi. Mereka yang ditolak itu pulang kembali dengan air mata bercucuran kesedihan, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk disumbangkannya. Mereka yang tidak diterima itu terkenal dengan nama "Al-Bakhaain", (orang-orang yang menangis). Dan pasukan yang berangkat terkenal dengan sebutan "Jaisyul 'Usrah" (pasukan susah). Karena itu Rasulullah memerintahkan kaum muslimin mengorbankan harta benda mereka untuk jihad fi-sabilillah.

Dengan patuh dan setia kaum muslimin memperkenankan seruan Nabi yang mulia. Abdurrahman turut mempelopori dengan menyerahkan dua ratus uqiyah emas. Maka kata Umar bin Khattab berbisik kepada Rasulullah, "Agaknya Abdurrahman berdosa tidak meninggali uang belanja sedikitpun juga untuk istrinya…" Rasulullah bertanya kepada Abdurrahman, "Adakah engkau tinggalkan untuk uang belanja istrimu?" Jawab Abdurrahman, "Ada! Mereka saya tinggali lebih banyak dan lebih baik daripada yang saya sumbangkan." Tanya Rasulullah, "Berapa?" Jawab Abdurrahman, "Sebanyak rezeki, kebaikan, dan upah yang dijanjikan Allah."

Pasukan tentara muslimin berangkat ke Tabuk. Allah memuliakan Abdurrahman dengan kemuliaan yang belum pernah diperoleh kaum muslimin seorang jua pun, yaitu ketika waktu shalat sudah masuk, Rasulullah terlambat hadir. Maka Abdurrahman bin Auf menjadi imam shalat berjamaah bagi kaum muslimin ketika itu. Setelah hampir selesai rakaat pertama, Rasulullah tiba, lalu beliau shalat di belakang Abdurrahman dan mengikutinya sebagai makmum. Apakah lagi yang lebih mulia dan utama daripada menjadi imam bagi pemimpin umat dan pemimpin para Nabi, yaitu Muhammad Rasulullah.

0 Response to "Abdurrahman bin ‘Auf (bagian I)"

Posting Komentar

Silahkan berkomentar