Dia adalah
Syaikh Sa’id bin Muhammad Daib Hawwa. Dilahirkan di kota Hamat, Suriyah pada
tahun 1935 M. Ibunya meninggal dunia ketika usianya baru 2 tahun, lalu diasuh
oleh neneknya. Di bawah bimbingan bapaknya yang termasuk salah seorang
mujahidin pemberani melawan penjajah Perancis, Sa’id Hawwa muda berinteraksi
dengan pemikiran kaum sosialis, nasionalis, Ba’tsi dan Ikhwanul Muslimin.
Tetapi akhirnya Alloh memilihkan kebaikan untuknya untuk bergabung dengan ke
dalam Jama’ah Ikhwanul Muslimin pada tahun 1952 M, ketika masih dudul di kelas
satu SMA.
Menyelesaikan studinya di universitas
pada tahun 1961 M, lalu mengikuti khidmah
‘askariyah (pendidikan militer) pada tahun 1963 M hingga menjadi perwira
cadangan. Menikah pada tahun 1964 M, dan dikaruniai empat orang anak.
Ia memberikan ceramah, khutbah, dan
mengajar di Syuriah,Saudia, Kuwait, Emirat, Iraq, Yordania, Mesir,Qathar,
Pakistan, Amerika, dan Jerman. Juga terlibat dalam peristiwa ‘Dustur’ di
Suriyah tahun 1973 M hingga dipenjara selama lima tahun sejak 5 Maret 1973
hingga 29 Januari 1981. Selama di penjara, ia menulis kitab al-Asas fi
at-Tafsir (11 jilid) dan beberapa buku dakwah lainnya.
Pernah diamanahi jabatan pimpinan dalam
organisasi Ikhwanul Muslimin di tingkat regional dan internasional. Aktif
terlibat dalam berbagai aktifitas dakwah, politik dan jihad. Pada tahun 1987 M
terserang sejenis penyakit parkinson disamping penyakit-penyakit lainnya,
hingga terpaksa harus melakukan uzlah. Pada hari Kamis tanggal 9 Maret 1989 M,
ia meninggal dunia di rumah sakit Islam di Amman. Uztadz Zuhair asy-Syawisy di
dalam harian al-Liwa’ yang terbit di Yordania, edisi 15/3/`989 M, berkata
tentang Sa’id Hawwa:
“Alloh telah mentaqdirkan dan tidak ada
yang dapat menolak ketentuan-Nya.”
Berakhirlah kehidupan Sa’id bin Muhammad
Daib Hawwa di rumah sakit Islam Amman siang hari Kamis, awal Sya’ban yang agung
1409 H bertepatan 9 Maret 1989 M. Dishalatkan setelah shalat Jumat oleh ribuan
jamaah di masjid al-Faiha’ di asy-Syaibani. Dikuburkan di kuburan Sahab selatan
Amman. Penguburan jenazahnya dihadiri oleh banyak orang. Ikut memberikan kata
sambutan dalam penguburan jenazah, diantaranya ustadz Yusuf al-Adzam,Syaikh Ali
al-Faqir, penyair Abul Hasan, Syaikh Abdul Jalil Razuq, ustadz Faruq al –
Masyuh, dan sastrawan ustadz Abdullah Thanthawi. Sungguh simpati penduduk
Yordania yang kedermawanan mereka kepada orang-orang hidup yang tinggal di
negeri mereka. Kedermawanan dengan tangan dan kebaikan dalam ucapan.
Sesungguhnya Sa’id Hawwa termasuk da’i
paling sukses yang pernah saya kenal atau pernah saya baca tentang mereka,
karena ia mampu menyampaikan pandangan dan pengetahuan yang dimilikinya kepada
banyak orang. Ia meninggal dunia dalam usia yang relatif muda, belum melewati
usia 53 tahun. Tetapi ia telah meninggalkan karya tulis yang cukup banyak,
sehingga oleh banyak orang dimasukkan ke dalam kategori para penulis
kontemporer yang produktif.
Adanya perbedaan penilaian tentang
buku-bukunya tidak akan mengubah hakikat ini sama sekali. Saya pernah mengkaji
pandangan-pandangannya yang tertuang dalam berbagai bukunya. Sekalipun
pandangan saya demikian ‘membantai’ dan bahasa saya sangat melukai, tetapi ia
selalu menerimanya dengan lapang dada. Saya pernah mengunjunginya di al-Ahsa’
ketika ia menjadi pengajar di al-Ma’had al-‘Ilmi. Saya tidak menemukan perabot
di rumahnya kecuali sesuatu yang dapat memenuhi keperluan seorang yang hidup
sederhana. Juga tidak saya temukan pakaian yang layak dipakai oleh ulama’ dan
pengajar di negeri yang panas itu. Baju jubah yang dipakainya dari buatan Hamat
yang kasar. Saya terus mendesaknya hingga ia mau memakai beberapa pakaian putih
dan ‘aba’ah (baju luaran) yang layak
bagi orang seperti dirinya, tetapi ia mensyaratkan agar tidak terlalu longgar.
Sedangkan makanannya, tidak lebih baik dari pakaian dan perabot rumahnya.
Termasuk dalam kategori ini adalah
sikapnya yang ‘mudah’ kepada orang-orang yang menerbitkan buku-bukunya baik
yang telah mendapatkan izinnya atau tidak. Buku-bukunya telah dicetak
berulang-ulang dengan cara halal dan haram --, tetapi saya tidak pernah
mendengar ia mempersoalkan hal tersebut. Ini termasuk bagian dari zuhudnya.
Sesungguhnya akhlak dan toleransi Sa’id Hawwa ini merupakan kebanggan dan
teladan bagi orang lain. Inilah kesaksian yang dapat saya sampaikan.
Sa’id Hawwa adalah seorang yang
berpotensi besar, dinamis, dan pendobrak. Ia tidak pernah kenal menyerah dan
bosan. Punya pengalaman dan kepiawaian dalam penulisan. Bisa menyelesaikan satu
buku dalam beberapa hari. Punya kecenderungan ruhiyah yang kental, bahkan
terkadang sangat mendominasi. Rasa malu, kelembutan, dan kebaikan hatinya
terkadang membuatnya lebih mengutamakan sikap diam dalam sebagian persoalan
yang menuntut musharahah (keterusterangan).
Kami merasa gembira dapat mengunjunginya
berkali-kali di Kuwait. Ia menghadiri nadwah (seminar) pekanan yang kami selenggarakan
setiap Jumat sore. Ia ikut berbicara dalam seminar itu dengan pembicaraan yang
sangat memikat hati. Tema utama pembicaraannya berkisar tentang manhaj Imam
Hasan Al- Banna dalam memanfaatkan potensi kebaikan yang ada pada diri manusia.
Para
da’i harus bisa meningkatkan potensi kebaikan pada jiwa manusia. Mereka harus
berbicara kepada hati yang merupakan kunci hidayah. Jiwa semua manusia
mengandung potensi kebaikan dan potensi kejahatan, tetapi dengan tingkatan
berlainan. Apabila Alloh telah memberi taufiq kepada kita untuk meningkatkan
potensi kebaikan pada jiwa manusia maka hal ini berarti kita telah mengurangi potensi
keburukan yang ada padanya, karena tazkiyatun nafs merupakan kunci untuk
meluruskan suluk (perilaku).
“Dan jiwa serta
penyempurnaannya (ciptaanNya), maka Alloh mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)
kefasikan dan ketaqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan
jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (asy-Syams:7-10).
Sumber:
(Diambil dari buku Mensucikan Jiwa -
Said Hawwa- terbitan Robbani Press)
Sakinah-online
0 Response to "Sa'id Hawwa"
Posting Komentar
Silahkan berkomentar