Pada suatu saat seorang bapak menghampiri lima orang anak yang sedang bermain di taman. Bapak itu lalu menarik perhatian kelima orang anak itu dengan mengeluarkan selembar uang kertas seratus ribu rupiah dan berkata:
“Siapa yang mau uang ini?”
Langsung saja kelima orang anak itu mengangkat tangannya dan berwajah penuh harap. Kemudian sang bapak meremuk-remuk uang tersebut dan menawarkan kembali kepada anak-anak:
“Siapa yang masih mau uang yang sudah remuk-remuk ini?”
Tetap saja kelima anak itu antusias dan dengan penuh harap mengangkat tangan mereka tinggi.
“Baiklah. Kalau begitu uang ini bapak injak-injak”, kata sang bapak.
Sang bapak meletakkan uang kertas seratus ribu rupiah itu di tanah dan menginjak-injaknya. Uang itu pun terlihat kotor dan remuk.
“Siapa yang masih mau uang yang sudah kotor ini?”, kata sang bapak.
Namun, tetap saja kelima anak tersebut masih menginginkan uang tersebut walau terlihat kotor dan sudah remuk. Tanpa sadar sudah banyak orang yang berdatangan untuk melihat kejadian yang menarik perhatian tersebut.(cerita ini terinspirasi dari cerita Mutiara Kalbu Sebening Embun Pagi, dr. Sudarmono)
Sahabat, cerita di atas sangatlah sederhana. Namun, ketika kita mau kita dapat belajar sesuatu yang amat berharga dari cerita tersebut. Ilustrasi cerita di atas mengajarkan kita bahwa begitu pentingnya arti sebuah nilai dalam kehidupan ini. Jika diibaratkan uang tersebut adalah seorang manusia maka begitu pentingnyalah arti sebuah nilai diri bagi seorang manusia.
Dalam menjalani kehidupan kadang bahkan sering kita hanyut dalam anggapan yang salah. Sering kita menganggap nilai diri kita ini berasal dari apa yang kita sandang. Kekayaan memang perlu, tapi akan salah kalau kita mengharap itu sangat berarti bagi nilai diri kita. Jabatan juga penting, tapi sama salahnya ketika kita berharap kitalah yang paling bernilai ketika kita menyandangnya. Apapun itu yang berasal dari luar, ketika kita sangat tergantung dengannya maka nilai diri kita palsu.
Sahabat, sesungguhnya kita adalah diri kita sendiri. Kitalah yang menentukan berapa nialainya. Apapun topeng yang kita pakai maka tetap saja nilai diri kita adalah wajah kita. Wajah yang bisa memberikan senyuman sebagai pemupuk cinta atau bahkan wajah berkerut yang penuh dendam dan sinis. Semuanya terserah kita karena sebenarnya itulah kita.
Apapun pakaian yang kita kenakan maka tetap saja nilai diri kita sebenarnya adalah tubuh kita yang kita tutupi tersebut. Apakah tubuh ini baik karena tangan ini selalu melakukan yang terbaik atau bahkan tubuh ini telah rusak karena sering tercemar kepada hal-hal yang negatif.
Oleh karena itu banyak diantara kita yang telah menyerah. Banyak diantara kita merasa lusuh, kotor, tidak bernilai, terinjak-injak, tak kuasa akan keadaan sekeliling, dan rapuh. Kita juga sering mengeluh atas semua ujian yang diberikan kepada kita. Kita semakin larut dalam pemikiran bahwa kita ternoda atas apa yang telah terjadi.
Uang tadi mengajarkan kita bahwa hidup dan diri ini bisa tetap bernilai jika prasangka dan pemikiran kita tetap menganggap bahwa diri ini bernilai. Awalan ini akan melahirkan semangat dan amalan-amalan yang baik ke depannya. Dimana pun kita berada ketika kita selalu melakukan hal-hal yang terbaik maka akan membentuk akhlak kita.
Sahabat, akhlak adalah bunga dalam kehidupan. Akhlak inilah yang menjadi nilai diri kita. Dan akhlak ini juga sebagai nilai di mata Allah. Benar-benar akhlak ini menjadi modal bagi kehidupan kita. Akhlak inilah yang membuat kita didengar meskipun kita tak berpangkat. Akhlak inilah yang membuat kita dihormati meskipun kita tak berkelebihan harta. Oleh karena sesungguhnya akhlak inilah nilai diri kita.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "Nilai Diri Kita"
Posting Komentar
Silahkan berkomentar