Abad ke-13 M merupakan periode
malapetaka besar bagi sejarah Islam. Dunia Muslim belum lagi pulih dari porak-poranda
Perang Salib yang panjang itu, bencana yang lebih buruk datang pula melanda. Suku
Mongol menyerbu negara Muslim, memusnahkan kekayaan intelektual dan kultural
yang menumpuk selama
berabad-abad pemerintahan Muslim, dan
membunuh jutaan kaum Muslimin. Baghdad, kota Seribu Satu Malam yang tersohor
itu, kota intelektual dan kultural Metropolitan Islam, tanpa memperhatikan
keberatan dunia dirampok oleh Hulaghu Khan, sang Mongol, pada 1258 M.
Seluruh warisan kultural dan intelektual
kota itu dibakar menjadi abu, atau dicampakan ke Sungai Tigris. Pada kurun
waktu dan huru-hara dan bencana sepeti itulah lahir Ibn Taimiyah, seorang
pemikir agama yang berpengaruh besar terhadap dunia pemikiran Islam. Pemikir
bebas dan penganut kemerdekaan hati nurani. Ia merupakan seorang yang dipertanyakan
oleh sebagian ummat, tetapi dimuliakan oleh semuanya, karya serta teladan hidunya
menjadi sumber ilham bagi setiap orang. Dia adalah kepahlawanan yang idup, yang
diuji dalam kesengsaraan dan godaan, dukacita dan penderitaan, yang
dipersembahkannya untuk kebaikan agama, kebenaran, dan keutamaan hati nurani
manusia.
Ibn Taimiyah lahir di Harra, pada masa
mudanya mengungsi karena takut pada suku Mongol, dan tiba bersama orang tuanya
di Damaskus pada 1268 M. Ketika itu ia hampir berusia enam tahun. Ia cedas luar
biasa, otaknya tajam, dan ingatannya kuat. Pada usia muda Ibn Taimiyah telah
menguasai semua ilmu yang ada, agama dan fiqh rasional, teologi, logika, dan
filosofi. Karena itu ia berperan penting di antara teman sebayanya.
Dalam hal ini ia dibantu oleh ayahnya, ilmuwan
utama fiqh Hanbali, disamping memetik manfaat dai ajaran Zain al Din Ahmad,
al-Muqaddasi. Pada tahun 1282 M, ketika ayahnya meninggal, Ibn Taimiyah
menggantikan kedudukann sang ayah sebagai guru besar hukum Hanbali dan memangku
jabatan ini dalam derajat kemuliaan selama 17 tahun. Tetapi, cara berpikirannya
yang bebas, menimbulkan permusuhan dengan penganut Syafi'i, sehingga jabatan
itu lepas dari tangannya.
Namun waktu itu ia telah terkenal di
dunia Islam dan ditugaskan bekotbah jihad melawan suku Mongol yang menyerbu
Suriah dan menaklukan Damaskus. Khotbahnya menggembleng rakyat dan menggugah
sultan Mesir, Sultan al-Nasir, untuk mengangkat senjata melawan orang-orang
Mongol. Pada perang dahsyat di Marj as-Safa, pada 1302 M, Ibn Taimiyah berjuang
gagah berani, sehingga pasukan Mongol terusir dan menderita kerugian besar.
Sejak itu hingga akhir hayatnya, mulailah
baginya masa "pengadilan" yang keras dan sengsara. Pandangan bebasnya
itu seolah-olah menjadi kutukan hidupnya. Ia menyarankan oposisi di bebagai
daerah, dan menimbulkan kemarahan para pemuka. Pada tahun 1307 M ia bersama dua
saudaranya dipenjarakan selama empat tahun, karena dituduh mempetlikan sifat
manusia dengan sifat Tuhan.
Setelah bebas ia diangkat menjadi guru
besar di sekolah yang didirikan oleh Sultan Mesir. Setelah tujuh tahun ia
diijinkan balik ke Damaskus, bahkan diangkat kembali sebagai guru besar,
jabatannya yang dulu. Tetapi segera pula sengketa besar dengan Sultan membawa
dia kembali ke penjara selama beberapa bulan, pada tahun 1320 M.
Sebagai penganut keunggulan hati nurani
individual, cara berpikirnya yang bebas itu tidak cocok dengan Muslim ortodoks
dan konvensional. Kutukannya yang mematikan terhadap praktek-praktek pemujaan
orang suci dan para penganutnya menimbulkan dendam di hati Sultan, yang
mengurung dia di benteng Damaskus pada 1326 M. di tempat itulah ia tekun
menulis tafsir Qur'an dan surat selebaran lainnya tentang sejumlah pokok
pesoalan yang kontroversial.
Ia wafat di penjara pada tahun 1327 M.
Kabar kematiannya menyuramkan Damaskus, dan sekitar 200.000 orang, mengikuti pemakamannya.
Do'a pemakaman dipimpin oleh Ibn al-Wardi. Kebesaran Ibn Taimiyah terletak pada
kemandiriannya dan kebebasan berpikinya. Ia adalah di antara orang-orang mujtahid
besar yang pernah dilahikan Islam, seorang yang menolak taqlid buta.
Sebagai seorang penganut madzab Hanbali,
ia setia mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah, tak suka berkompromi, dan seorang
antropomorfis sejati seperti pendahulu keagamaannya, Imam Hanbal. Ilmu dan kesenian
Yunani diterjemahkan pada masa Abbasiyah. Masalah itu disesuaikan oleh Ibn
Taimiyah dengan doktrin Islam atas permintaan mereka yang baru memeluk agama
itu.
Jasanya yang terbesar kepada Islam
terletak pada peringatannya kepada rakyat, betapa pelunya mereka menyesuaiakan
diri dengan kesederhanaan dan kemurnian Islam masa awal, serta secara mutlak
mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Prinsip
dasar Ibn Taimiyah ialah:
1.
Wahyu merupakan sumber pengetahuan agama. Penalaran dan intuisi hanyalah sumber
terbatas.
2.
Kesepakatan umum pada ilmuwan yang terpercaya selama tiga abad perrtama Islam
juga turut memberinpengertian tentang asas pokok Islam disamping Al-Qur'an dan
As-Sunnah.
3.
Hanya Al-Qur'an dan As-Sunnah penuntun yang otentik dalam segala persoalan.
Ia membuang dan sungguh-sungguh mencela
pengaruh asing yang korup, serta mencemarkan kemurnian dan kesederhanaan Islam
masa awal. Dari Ibn Taimiyah, Muhammad Ibn Abdul Wahhab, seorang pemikir besar
abad ke-18, dan sekolah Pembaruan al-Manar di Mesir, mendapat ilham bagi
persoalan itu. Ia terang-terangan menyatakan permusuhan dengan eksponen Muslim
berfilosofi yunani.
Filosofi, katanya, menimbulkan
kebimbangan dan menyebabkan perpecahan dalam Islam. Ia mengkritik keras doktrin
Ibn Arabi tentang Kesatuan makhluk. Menurut pendapatnya, kesimpulan Ibn arabi
dalam hal ini tidak saja bertentangan dengan ajaran Nabi, tetapi juga dengan
doktrin ke-Esa-an Tuan, seperti yang termaktub di dalam Al-Qur'an dan
As-Sunnah.
Ibn Taimiyah merupakan tokoh kontroversial
dalam dunia Islam. Seorang pemikir bebas yang yakin kepad keunggulan hati
nurani individu, dan seorang yang ingin melihat Islam dalam kemuliaan sejati,
ia lalu mengecam kepada semua pencemaran dan pengaruh asing yang marasuk ke
dalam Islam. Karena sikap inilah ia dicaci, dipukul, dicambuk, dipenjarakan,
dan dianiaya lahir batin. Namun ia tetap nekad hidup berhenti menghadapi
penganiayaan.
Sumber:
Seratus Muslim Terkemuka, Jamil Ahmad
0 Response to "Ibn Taimiyah"
Posting Komentar
Silahkan berkomentar