Dalam fatwa
ini Rasulullah menunjukkan sifat kehati-hatian terhadap hal-hal yang masih
samar tentang halal atau haramnya, karena sebab-sebab yang masih belum jelas.
Inilah yang dimaksud dengan sabda Rasulullah , “Tinggalkanlah sesuatu yang
meragukan kamu untuk berpegang pada sesuatu yang tidak meragukan kamu”
Sebagian
Ulama berpendapat, syubhat itu ada tiga macam :
1.
Sesuatu yang sudah diketahui haramnya oleh manusia tetapi orang itu ragu apakah
masih haram hukumnya atau tidak. Misalnya
makan daging hewan yang tidak pasti cara penyembelihannya, maka daging semacam
ini haram hukumnya kecuali terbukti dengan yakin telah disembelih (sesuai
aturan Allah). Dasar dari sikap ini adalah hadits ‘Adi bin Hatim seperti
tersebut diatas.
2.
Sesuatu yang halal tetapi masih diragukan kehalalannya, seperti seorang
laki-laki yang punya istri namun ia ragu-ragu, apakah dia telah menjatuhkan
thalaq kepada istrinya atau belum, ataukah istrinya seorang perempuan budak
atau sudah dimerdekakan. Hal seperti
ini hukumnya mubah hingga diketahui kepastian haramnya, dasarnya adalah hadits
‘Abdullah bin Zaid yang ragu-ragu tentang hadats, padahal sebelumnya ia yakin
telah bersuci.
3.
Seseorang ragu-ragu tentang sesuatu dan tidak tahu apakah hal itu haram atau
halal, dan kedua kemungkinan ini bisa terjadi sedangkan tidak ada petunjuk yang
menguatkan salah satunya. Hal
semacam ini sebaiknya dihindari, sebagaimana Rasulullah pernah melakukannya
pada kasus sebuah kurma yang jatuh yang beliau temukan dirumahnya, lalu
Rasulullah bersabda : “Kalau saya tidak takut kurma ini dari barang zakat,
tentulah saya telah memakannya”
Adapun
orang yang mengambil sikap hati-hati yang berlebihan, seperti tidak menggunakan
air bekas yang masih suci karena khawatir terkena najis, atau tidak mau sholat
disuatu tempat yang bersih karena khawatir ada bekas air kencing yang sudah
kering, mencuci pakaian karena khawatir pakaiannya terkena najis yang tidak
diketahuinya dan sebagainya, sikap semacam ini tidak perlu diikuti, sebab
kehati-hatian yang berlebihan tanda adanya halusinasi dan bisikan setan, karena
dalam masalah tersebut tidak ada masalah syubhat sedikitpun.
Wallahu
a’lam.
Kalimat,
“kebanyakan manusia tidak mengetahuinya” maksudnya tidak
mengetahui tentang halal dan haramnya, atau orang yang mengetahui hal
syubhat tersebut didalam dirinya masih tetap
menghadapi keraguan antara dua hal tersebut, jika ia mengetahui sebenarnya atau
kepastiannya, maka keraguannya menjadi hilang sehingga hukumnya pasti
halal atau haram. Hal ini menunjukkan bahwa masalah syubhat mempunyai hukum
tersendiri yang diterangkan oleh syari’at sehingga sebagian orang ada yang
berhasil mengetahui hukumnya dengan benar.
Kailmat,
“maka barangsiapa menjaga dirinya dari yang samar-samar itu, berarti ia telah
menyelamatkan agama dan kehormatannya” maksudnya menjaga dari perkara yang
syubhat. Kalimat, “barangsiapa terjerumus dalam wilayah samar-samar maka ia
telah terjerumus kedalam wilayah yang haram” hal ini dapat terjadi dalam dua
hal :
1. Orang
yang tidak bertaqwa kepada Allah dan tidak memperdulikan perkara syubhat maka
hal semacam itu akan menjerumuskannya kedalam perkara haram, atau karena sikap
sembrononya membuat dia berani melakukan hal yang haram, seperti kata sebagian
orang : “Dosa-dosa kecil dapat mendorong perbuatan
dosa besar dan dosa besar mendorong pada kekafiran”.
2. Orang yang sering melakukan perkara syubhat berarti telah
menzhalimi hatinya, karena hilangnya cahaya ilmu dan sifat wara’ kedalam
hatinya, sehingga tanpa disadari dia telah terjerumus kedalam perkara haram.
Terkadang hal seperti itu menjadikan perbuatan dosa jika menyebabkan
pelanggaran syari’at.
Rasulullah bersabda : “seperti penggembala yang menggembala di sekitar daerah terlarang maka hampir-hampir dia terjerumus kedalamnya” ini adalah kalimat perumpamaan bagi orang-orang yang melanggar larangan-larangan Allah. Dahulu orang arab biasa membuat pagar agar hewan peliharaannya tidak masuk ke daerah terlarang dan membuat ancaman kepada siapapun yang mendekati daerah terlarang tersebut. Orang yang takut mendapatkan hukuman dari penguasa akan menjauhkan gembalaannya dari daerah tersebut, karena kalau mendekati wilayah itu biasanya terjerumus. Dan terkadang penggembala hanya seorang diri hingga tidak mampu mengawasi seluruh binatang gembalaannya. Untuk kehati-hatian maka ia membuat pagar agar gembalaannya tidak mendekati wilayah terlarang sehingga terhindar dari hukuman. Begitu juga dengan larangan Allah seperti membunuh, mencuri, riba, minum khamr, qadzaf, menggunjing, mengadu domba dan sebagainya adalah hal-hal yang tidak patut didekati karena khawatir terjerumus dalam perbuatan itu.
Rasulullah bersabda : “seperti penggembala yang menggembala di sekitar daerah terlarang maka hampir-hampir dia terjerumus kedalamnya” ini adalah kalimat perumpamaan bagi orang-orang yang melanggar larangan-larangan Allah. Dahulu orang arab biasa membuat pagar agar hewan peliharaannya tidak masuk ke daerah terlarang dan membuat ancaman kepada siapapun yang mendekati daerah terlarang tersebut. Orang yang takut mendapatkan hukuman dari penguasa akan menjauhkan gembalaannya dari daerah tersebut, karena kalau mendekati wilayah itu biasanya terjerumus. Dan terkadang penggembala hanya seorang diri hingga tidak mampu mengawasi seluruh binatang gembalaannya. Untuk kehati-hatian maka ia membuat pagar agar gembalaannya tidak mendekati wilayah terlarang sehingga terhindar dari hukuman. Begitu juga dengan larangan Allah seperti membunuh, mencuri, riba, minum khamr, qadzaf, menggunjing, mengadu domba dan sebagainya adalah hal-hal yang tidak patut didekati karena khawatir terjerumus dalam perbuatan itu.
Kalimat, “Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya” yang dimaksud adalah hati, betapa pentingnya daging ini walaupun bentuknya kecil, daging ini disebut Al-Qalb (hati) yang merupakan anggota tubuh yang paling terhormat, karena ditempat inilah terjadi perubahan gagasan, sebagian penyair bersenandung, “Tidak dinamakan hati kecuali karena menjadi tempat terjadinya perubahan gagasan, karena itu waspadalah terhadap hati dari perubahannya”
Allah
menyebutkan bahwa manusia dan hewan memiliki hati yang menjadi pengatur
kebaikan-kebaikan yang diinginkan. Hewan dan manusia dalam segala jenisnya
mampu melihat yang baik dan buruk, kemudian Allah mengistimewakan manusia
dengan karunia akal disamping dikaruniai hati sehingga berbeda dari hewan.
Allah berfirman, “Tidakkah mereka mau berkelana dimuka bumi karena mereka
mempunyai hati untuk berpikir, atau telinga untuk mendengar…” (QS. Al-Hajj
22:46). Allah telah melengkapi dengan anggota tubuh lainnya yang dijadikan
tunduk dan patuh kepada akal. Apa yang sudah dipertimbangkan akal, anggota
tubuh tinggal melaksanakan keputusan akal itu, jika akalnya baik maka perbuatannya
baik, jika akalnya jelek, perbuatannya juga jelek.
Bila kita telah memahami hal diatas, maka kita bisa menangkap dengan jelas sabda Rasulullah , “Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya dan jika ia rusak maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati”.
Bila kita telah memahami hal diatas, maka kita bisa menangkap dengan jelas sabda Rasulullah , “Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya dan jika ia rusak maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati”.
Kita memohon
kepada Allah semoga Dia menjadikan hati kita yang jelek menjadi baik, wahai
Tuhan pemutar balik hati, teguhkanlah hati kami pada agama-Mu, wahai Tuhan pengendali
hati, arahkanlah hati kami untuk taat kepada-Mu.
0 Response to "HADITS KE-6 (HALAL DAN HARAM TELAH JELAS) bagian II"
Posting Komentar
Silahkan berkomentar