Persaudaraan dan Profesionalitas

Assalamu'alaikum wr. wb.
Aku merasa sangat bersyukur kepada Allah SWT. Aku merasakan indah sekali berada dalam sebuah kelembagaan dakwah. Bersama orang-orang yang memiliki suatu idiologi dan tujuan untuk melakukan apa yang telah dilakukan oleh orang-orang dahulunya, yaitu memberikan suatu bentuk penjelasan dan pemahaman kepada orang lain tentang indahnya Islam. Baik dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung dalam bentuk keteladanan.
Salah satu yang secara tidak langsung tersampaikan kepada orang lain tentang indahnya Islam adalah sebuah bentuk persaudaraan. Persaudaraan yang terjalin dari berbagai latar belakang. Persaudaaraan yang diikat oleh kalimat Laa ilaha illallah. Mungkin bisa secara eksplisit tergambarkan ketika kebersamaan yang tercipta. Kebersamaan itu menggambarkan keceriaan dalam pertemuan dan kedamaiaan dalam perjumpaan.
Ada suatu bentuk kerinduan dang keinginan untuk menuju masjid kampus ketika ada waktu-waktu kosong diantara kuliah. Entah mengapa hati ini tergerak begitu saja untuk menjumpai saudara-saudara yang selalu tersenyum dan menyenangkan. Membincangkan berbagai masalah yang sering diiringi dengan canda dan tawa. Walupun tak jarang menyakiti hati, tetapi akan segera sirna dengan gelak tawa dan permohonan maaf.
Wujud kekompakan seperti ini merupakan suatu modal bagi suatu lembaga dakwah. Orang lain akan menilai bahwa lembaga itu terlihat seperti satu tubuh sehingga tidak mustahil keprofesionalan sebagai sebuah lembaga bisa diraih. Tidak jarang juga orang-orang heran mengapa bisa sampai sebegitu kuat. Andaikan saja mereka tahu bagaimana persaudaraan yang terjalin karena Allah SWT mungkin mereka akan sangat ingin memilikinya.
Namun, ada suatu hal yang tidak terlihat orang di luar sana. Kalau mereka menganggap persaudaraan itu adalah modal kerja sama di lembaga aku menilainya dengan cara yang berbeda. Aku menganggap bahwa persaudaraan ini ibarat sebuah pisau bermata dua. Di satu sisi menunjukkan bentuk kesolidan dan kekompakan tim, tetapi di sisi lain persaudaraan ini menjadi sarana menghancurkan profesionalisme lembaga jika tidak disiasati dengan baik.
Ada suatu dampak buruk dari persaudaraan (baca: persaudaraan yang tak terkondisikan). Intensitas pembicaraan yang tinggi kepada saudar kita kadang menimbulkan rasa hormat kepada saudara. Apalagi jika sudah terlalu dekat. Kebanyakan orang tidak bisa menjaga apa yang menjadi batas-batas kondisi yang patut dimunculkan kepada saudara. Karena terlalu dekatnya maka saudara tersebut menjadi semacam saudara kandung kita sehingga kepedulian akan menjaga izzah itu hilang. Tidak jarang dalam canda akan dikeluarkan canda yang berlebihan. Tertawa kepada tertawa yang berlebihan. Sindiran-sindiran pun lama-lama menjadi suatu hal yang dianggap bisa bila kepedulian menjaga izzah sudah terlupa.
Seandainya keadaan ini berjalan kronik maka rasa hormat, segan, dan kepedulian kepada saudara bisa menghilang. Dalam perjalanannya pun di kelembagaan dakwah tidak ada lagi panutan. Lebih-lebih apabila pemimpin dalam urusan dakwah ini terjerumus kepada hal yang semacam ini. Maka tidak akan mengherankan ketika seorang staf mengeluarkan jurus afwan (afwan ana lupa, afwan ana telat, afwan ana kecapean, dll.). Ketika tidak ada lagi rasa hormat, keseganan, dan izzah diri pribadi maka tanggung jawab akan hilang. Dan coba bayangkan apa yang akan terjadi bila semua staf tidak lagi memiliki tanggung jawab.
Untuk itu dalam kelembagaan dakwah harus ada manajemen. Allah SWT telah memberikan nikmat persaudaaraan yang luar biasa ini. Kita harus bersyukur dengan cara mensyukurinya. Janganlah kita terlampau berlebihan sehingga hal-hal yang tidak patut kita laksanakan, kita laksanakan. Kita harus menempatkan sesuatu pada tempatnya. Kita harus meletakkan indahnya persaudaraan pada tempatnya sebagai penjaga kesolidan lembaga dakwah.
Untuk menghindari munculnya efek buruk dari persaudaraan tadi mungkin kita harus menegakkan suatu kedisiplinan. Kalau bisa persaudaraan itu juga muncul dari proses kedisiplinan. Ibarat pelatihan tentara atau prajurit yang menghasilkan suatu pasukan yang tegas ketika tegas dan canda ketika canda. Mungkin proses-pross seperti ini dapat diadopsi oleh lembaga dakwah untuk menghasilkan kader-kader yang bersaudara karena Allah SWT sekaligus memiliki izzah dan tanggung jawab yang tinggi terhadap lembaga dan orang sekitar. Insya Allah lembaga dakwah tersebut akan menjadi lembaga dakwah yang profesional.
Wallahu ‘alam bishowab.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

(AZS, 2010: no editor)

0 Response to "Persaudaraan dan Profesionalitas"

Posting Komentar

Silahkan berkomentar