Maha suci Allah yang menjaga kedinamisan dan keseimbangan alam, meletakkan sesuatu pada posisinya. Beruntung bagi orang-orang yang selalu menjaga sesuatu tersebut pada tempatnya. “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu (Asy Syams 8-9).” Namun, merugilah bagi orang-orang yang lebih mengikuti dorongan nafsunya. Nilai imannya tidak dapat menundukkan dorongan hawa nafsunya. Iman berada dalam tekanan hawa nafsu. “Dari Abu Muhammad, Abdullah bin Amr bin Al ‘Ash radhiallahu 'anhuma, ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam telah bersabda : Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sehingga hawa nafsunya tunduk kepada apa yang telah aku sampaikan (Hadits hasan shahih dalam kitab Al Hujjah).”
Hati Ini Perlu Disirami Terus Menerus
Layaknya batang pohon yang kokoh, itu tidak terlepas dari ketergantungannya terhadap nutrisi dan air. Unsur-unsur ini menjadi sumber tenaga buat pohon tersebut. Dibalik kokohnya batang tersebut sebenarnya tersimpan akar-akar yang terus menghujam tanah mancari kebutuhan-kebutuhan pohon untuk tetap selalu kokoh.
Sama seperti manusia yang sehat. Kesehatan itu didukung oleh asupan gizi yang sesuai dan olahraga yang memadai. Tubuh akan selalu tetap berjalan sepanjang bahan bakarnya tercukupi dan tubuh akan selalu bertenaga sepanjang mesinnya terus panas.
Tak ada bedanya juga dengan kondisi jasmani, ruhani juga seperti itu keadaannya. Jika kita pernah merasakan diri kita tak memiliki gairah dan semangat hidup maka itu adalah kondisi diri kita yang tidak memenuhi kebutuhan rohani kita. Layaknya pohon tadi, maka diri ini butuh siraman ruhani agar tidak menjadi ranting-ranting yang kering karena tidak mendapatkan air.
Hati bagi orang beriman merupakan asset penting yang harus dijaga. Menjaga hati berbeda dengan menjaga ruhani. Tidak sesulit menjaga jasmani yang harus memiliki takaran kebutuhan gizi, tapi hanya sebatas memperbanyak dzikrullah. Namun, walaupun muda terlintas di bibir masih banyak juga yang lupa mengamalkannya.
Hamba-hamba Allah yang beriman akan sentiasa menjaga kesegaran hatinya dengan lantunan zikrullah. “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allahlah hati menjadi tenteram (Ar-Ra’d ayat 28).” Rasulullah saw. pernah memberi nasihat, “Perumpamaan orang yang berzikir kepada Rabbnya dan yang tidak, seumpama orang hidup dan orang mati (Bukhari dan Muslim) .”
Siapapun Kita, Ada Waktu Lengahnya
Manusia adalah makhluk yang unik. Diilhamkan kepadanya dua kecendrungan, yaitu baik dan buruk. Jadi, mungkin hampir setiap yang bergelar al-insan pernah melakukan kehilafan dalam hidupnya. Ketika kondisi jasmani dan ruhani tidak seimbang di sanalah terjadi berbagai kealpaan. Ketika kondisi tersebut terjadi kelemahan dalam pengontrolan nafsu.
Perumpamaan nafsu bagi Imam Al Ghazali adalah anak kecil. Apa saja ingin dikuasai dan dimiliki. Segala sesuatu dituntut dan bila itu dilayani maka tidak akan pernah sampai pada titik kepuasan. Namun, jika kita pandai membujuk anak kecil tersebut maka dengan mudah kita dapat mengendalikan nafsu kita.
Salah satu cara tadi adalah dzikrullah. Dzikrullah ini menjaga kita agar terjauh dari kondisi-kondisi yang melemahkan kita. Semakin rapat kita menutup kemungkinan bergejolaknya nafsu maka semakin mudah kita mengatur diri kita ke arah yang baik, ke arah keimanan.
Dzikrullah, Media Pengontrol Diri
Dzikir kepada Allah bukan hanya sebatas lisan kita menyebut nama Allah. Bukan juga sebatas terus mengingat Allah dalam pikiran dan hati kita. Akan tetapi, bentuk dzikir kita kepada Allah selain mengingat Allah dalam lisan, pikiran, dan hati kita dzikir itu adalah ingat kepada Allah, Asma-Nya, sifat-Nya, dan kemudian memasrahkan kepada-Nya hidup dan mati kita. Tidak akan ada lagi rasa khawatir dan takut dalam menghadapi bahaya dan cobaan.
Ketika seorang telah benar-benar berdzikrullah maka dia akan merasakan keberadaan Allah itu sangat dekat. Mustahillah baginya untuk berbuat hal-hal yang membuatnya malu di hadapan Allah. Dalam hidupnya, cukup baginya Allah. Insya Allah, juga Allah akan bersamanya.
Rasulullah SAW memiliki kisah yang dapat kita jadikan pelajaran:
Suatu ketika Rasulullah pernah ditodongkan pedang oleh Da’tsur di leher beliau lalu Da’tsur berkata lantang, “Siapa yang akan menolong engkau dalam keadaan seperti ini, ya Muhammad?” “Allah yang menolongku”, jawab nabi dengan tenang. Jawaban yang terdengar sederhana ini ternyata begitu merontokkan karang hati Da’tsur. Jiwanya menjadi mati tak berdaya. Pedangnya pun jatuh ke tanah.
Kemudian Rasulullah dengan cepat mengambil pedangnya dan menodongkannya ke leher Da’tsur, dan beliau berkata: “Siapa yang akan menolong Engkau, ya Da’tsur?” Ia kemudian jatuh dan bersimpuh di kaki Rasulullah lalu mengiba untuk dimaafkan atas kecongkakannya. Da’tsur berkata: “Hanya Engkau ya Muhammad yang bisa menolongku.” Kemudian Rasulullah menasehatinya untuk kembali kepada Islam.
Begitulah, bagi seorang Rasulullah dzikrullah menjadi kontrol diri. Mustahil bagi Rasulullah untuk berani mendurhakai Allah karena beliau begitu merasakan keberadaan Allah yang begitu dekat. Mustahil juga bagi Rasulullah terlihat sangat khawatir dan takut ketika Allah sangat dekat dengan beliau.
Hati Itu Menggambarkan Sikap dan Perbuatan
Hati adalah bagian penting dari seorang insan. Hati ini nantinya akan melahirkan sikap dan perbuatan seorang manusia dalam kehidupannya. Itu terlihat ketika hati seseorang yang telah mati maka segala sikap dan perbuatannya akan mengarah kepada hal yang sia-sia dan tidak bermanfaat. Begitu juga ketika suasana hati yang gelisah maka akan melahirkan sikap khawatir dan takut.
Hati yang baik adalah hati yang tercukupi segala kebutuhannya. Hati yang terus menerus disirami air yang sejuk maka akan tumbuh rimbun. Hati yang terus berjalan pada jalan yang lurus akan sampai pada tujuannya. Yang ketika hati itu mulai berubah arah jalannya maka ada dzikrullah yang mengembalikannya pada jalurnya.
Hati seperti inilah hati yang bersih. Hati ini nantinya akan melahirkan sikap dan perbuatan yang bermanfaat. Hati ini akan melahirkan sikap jujur karena hati ini tahu Allah itu ada. Hati ini akan melahirkan sikap sabar karena hati ini tahu Allah maha kuasa. Hati ini akan melahirkan sikap optimis karena hati ini tahu Allah maha pengasih.
Seseorang yang memiliki hati ini maka cahaya akan terus menyinari perbuatannya. Menolong saudara sesamanya akan dilakukannya karena hatinya tergerak ketika melihat cobaan dan musibah yang melanda saudaranya. Hatinya akan selalu menuntunnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang bermanfaat dalam kehidupannya.
Jadi, begitu pentingnya hati ini sehingga pantaslah kita harus menjaganya sebaik-baik mungkin. Jika hati ini mulai layu maka janganlah lupa untuk terus menyiramnya agar hati ini segar kembali. Jangan sampai biarkan hati ini mati. Tatkala hati telah mati, maka orang yang memiliki hati tersebut ibarat mayat hidup yang berjalan di permukaan bumi ini yang selalu berbuat kejahatan dan sia-sia. Wallahu ‘alam.
0 Response to "Menjaga Kesegaran Hati"
Posting Komentar
Silahkan berkomentar