Panjatkanlah syukur kepada Allah SWT karena masih menunjukkan jalan ini. Tetap memberikan cahaya-Nya hingga kita dapat tetap berdiri walaupun kita kadang gamang. Sebuah langkah akan memiliki risiko. Sebuah perjalanan akan memiliki konsekuensi. Namun, hanya di jalan inilah risiko dan konsekuensi menjadi kenikmatan. Jalan taat kepada Allah, jalan mengabdi kepada Allah, sehingga layaknya pahitnya obat yang menyembuhkan.
Iringan salam tercurah bersamaan dengan kemuliaan beliau, Muhammad rasulullah SAW. Mengambil contoh dan teladan dari diri beliau adalah hal yang bijak di kehidupan saat ini. Walaupun beliau hidup empat belas abad silam, tapi akhlak dan prilaku beliau tak tertandingi manusia saat ini. Allahumma sholli ‘ala Muhammad.
Sahabatku,
Berbahagialah Anda sekalian. Berbahagialah bagi Anda yang memiliki apa yang disebut sebagai akal. Akal yang putih bersih dan bersinar. Kenapa? Karena akal adalah sesuatu yang teramat berharga bagi diri kita. Akal-lah menjadi kemudi kita dalam pelayaran hidup ini.
Akal bukanlah wahyu, tapi akal dapat menuntun kita untuk memahami wahyu. Kemampuan akal menggiring kita untuk menilai segala hal di kehidupan ini. Akal-lah yang dapat mengenali mana yang baik dan mana yang buruk. Mana jalan yang selamat dan mana jalan yang akan berujung bahaya.
Fungsi akal ini pulalah yang menjadi alasan dasar bagi seseorang untuk diberikan tanggung jawab oleh Allah. Indikasi penugasan perintah-perintah Allah dinilai dari fungsi akal yang dimiliki seorang manusia. Akan tidak adil jika orang yang tidak memiliki tangan diperintahkan menggenggam. Begitu pula akan tidak adil orang yang kehilangan akalnya diperintahkan untuk berpikir bijak.
Tanpa akal, rambu-rambu kehidupan tidak akan terbaca. Kebodohan-kebodohan karena tidak berfungsinya akal adalh suatu malapetaka dan musibah besar. Oleh karena itu, Allah SWT mengajak kita semua dalam firman-firman-Nya untuk menggunakan akal.
Namun Sahabatku,
Ingatlah akal dapat juga menyeret kita ke jalan yang berujung bahaya. Akal bisa seolah-olah membutakan kita akan rambu-rambu jalan di kehidupan ini. Yaitu bagi orang-orang yang telah menyimpangkan fungsi akalnya.
Bagi seorang yang memiliki kemampuan akal yang besar janganlah senang dahulu. Hendaklah tetap berhati-hati dan khawatir terhadap tipu daya setan. Dia harus merasa khawatir dengan kemampuan akalnya itu mendorongnya hingga dapat mengubah suatu larangan atau pantangan menjadi duatu hal yang lumrah dan wajar.
Khawatirla jika akalnya itu menghindarkannya dari kewajiban. Takutlah jika akalnya itu terlalu menjadi sandaran baginya. Dia lebih percaya akan kemampuan diri sendiri ketimbang kuasa Allah SWT. Tidak masuk akal mungkin bagi kita, tapi perlahan-lahan hal itu akan terjadi.
Pada zaman Rasulullah begitu banyak orang-orang yang izin kepada Rasulullah untuk tidak pergi berperang. Argumen mereka tidak pergi berperang agar mereka bisa selamat dari fitnah. Pdahal, hakikatnya justru merekalah yang terjerumus ke dalam fitnah. “Di antara mereka ada orang yang berkata: "Berilah saya keizinan (Tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah." Ketahuilah bahwa mereka Telah terjerumus ke dalam fitnah. dan Sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir.” (QS At Taubah: 49)l
Penjelasan ayat di atas adalah: ada beberapa orang munafik yang tidak mau pergi berperang ke Tabuk (daerah kekuasaan Romawi) dengan berdalih khawatir akan tergoda oleh wanita-wanita Romawi, berhubung dengan itu turunlah ayat Ini untuk membukakan rahasia mereka dan menjelaskan bahwa keengganan mereka pergi berperang itu karena Kelemahan iman mereka dan itu adalah suatu fitnah.
Sahabatku,
Begitulah akal ini ibarat dua mata pedang. Di satu sisi bila kita menggunakannya dengan baik maka alamat kapal kehidupan kita ini sampai tujuan. Namun, di sisi lain jika kita tunduk pada logika akal semata secara perlahan-lahan maka akan menebas leher kita. Akan ada beribu alasan dalam setiap kesalahan kita. Lama kelamaan itu akan menuntun kita ke kesesatan.
Dengan argumentasi yang memuaskan sebuah alasan akan diterima. Akal menjadi sarana ujub sombong dan meninggalkan sifat rendah hati. Kemampuan akal bisa menumbuhkan sikap melupakan dosa, menyepelekan dosa, piawai menyembunyikan keburukan, merasa lebih baik, tuli mendengar nasehat orang lain, hingga buta memandang kebenaran.
Sahabatku,
Berhati-hatilah akan hal itu. Peliharalah akal kita selalu agar ia tetap menjadi kemudi kita. Carilah cara untuk mengendalikannya. Ajaklah akal untuk selalu dekat kepada Allah SWT. Ajaklah dia untuk berlogika yang bijaksana.
Salah satu cara yang sering dilakukan para salafussalih dahulu adalah dengan tadabbur dan tafakkur tentang ciptaan Allah swt serta membina sikap wara’. Ajaklah akal berpikir hingga ia hanyut dalam kekaguman kepada Allah swt. Ajaklah selalu akal agar ia menerima kekuasaan Allah swt. Berhati-hatilah terhadap tipu daya setan. Berhati-hatilah meninggalkan amal shalih atas dasar menjaga tawadhu dan ikhlas. Berhati-hatilah meninggalkan tanggung jawab atas dasar mengutamakan zuhud.
0 Response to "Memelihara Akal"
Posting Komentar
Silahkan berkomentar