Perkara cinta bukanlah hal yang sederhana. Perasaan itu hadir seketika tanpa pernah diundang. Ketika seorang laki-laki bergetar hatinya dikarenakan perempuan dan demikian sebaliknya, maka ketika itulah menurut anggapan kita cinta itu muncul. Namun, cinta yang seperti apa?
Allah yang maha lembut memberikan kepada manusia sebuah karunia dari kelembutan hati dan perasaan. Karunia Allah ini harus kita perindah dengan bingkai yang jelas. Sebab terlalu banyak pengagung cinta ini yang kemudian menjadi penghamba cinta yang tersesat. Terlalu banyak yang menyederhanakan makna sucinya yang luas.
Sudah terlalu banyak yang telah memfitnah kesucian cinta. Dengan bermodal nafsu semata, memaknai kesuciaan cinta itu dengan pacaran. Mereka pun berdalih bahwa pacaran memberikan hal-hal yang positif. Misalnya: pacaran bisa meningkatkan semangat belajar; pacaran diakui mampu menghilangkan kejenuhan alias bikin hidup lebih hidup; pacaran juga untuk mengetahui pribadi pasangan dari yang dicintainya supaya kalau seandainya jadi nikah maka tidak perlu ragu-ragu lagi; bahkan ada yang mengaku sekedar iseng saja. Bahkan ada yang mencoba berkata bijak bahwa pacaran adalah jalan terbaik untuk menemukan cinta.Cinta yang mana? Maka jika kita adalah para punggawanya, bersiap-siaplah untuk bertanggung jawab kepada Allah-sang pemilik cinta dan pengagung cinta yang mencintai-Nya.
Alasan-alasan itu adalah…
Pacaran bisa meningkatkan semangat belajar? Ada masalah di sini. Bahwa ada kesenjangan antara pendapat ini dengan realita yang terjadi di lapangan. Kenapa mesti banyak yang kacau sekolahnya ketika melakukan aktivitas ini? Ingatannya sangat kuat ketika disuruh mengingat nama pacarnya, atau tentang kehidupan pasangannya, dan tentang beragam hal yang berkaitan dengan pasangannya. Tapi ketika ditanya tentang tumbukan lenting sempurna dalam pelajaran fisika, maka memang benar-benar melenting sempurnalah pengetahuannya alias tidak tahu.
Apalagi seandainya di sampul bukunya ada foto yang ia sebut kekasihnya. Niat hati ingin belajar alamat mata mempelototi foto; buku pun membacai wajah penuh pikiran yang diada-adakan. Dinding kamarpun bukan dipenuhi dengan tulisan rumus-rumus fisika, matematika, atau kimia, tapi malah banyak ditempeli foto-foto pacarnya yang kadang-kadang mulai tidak sopan. Wah, gimana mau bisa belajar? Dan jangan heran kalau datang ke sekolahnya jadi rajin. Itu karena ingin bertemu dengan kekasihnya.
Bahasa lain untuk hal ini…missed orientation atau disorientation.
Alasan lain, pacaran katanya bisa bikin fresh alias bikin hidup lebih hidup. Bagi penganut faham ini mari kita hujani beliau dengan interupsi dan pertimbangan PK. Yakinlah, itu cuma mengada-ada saja atau mencari pembenaran dalam istilah lain. Buktinya, malah banyak teman remaja yang otaknya menari balet gara-gara pacaran. Otaknya terus berputar memikirkan pacaran baik itu cara pacaran yang positif atau cara pacaran yang negatif (hmmm…emang ada cara pacaran yang positif???)
Mari kita lihat realita. Teman remaja yang pacaran hidupnya akan terikat karena konon katanya pacaran itu adalah ikatan (entah siapa yang memulai gosip ini dan entah pakai apa mengikatnya). Makanya, tumbuh rasa saling memiliki (entah orangtuanya ridho atau tidak) dan rindu bila pacarnya jauh. Contoh kalau pulang sekolah atau les malam hari, ada perasaan kalau tidak diantarin, takut kenapa-kenapa. Pokoknya jadi beban. Ingatlah bahwa sejatinya kita adalah agent of change, jadi jangan sibukkan diri kita dengan hal-hal yang mengaburkan masa depan kita. Seperti kata orang bijak bahwa waktu muda adalah waktu belajar jadi mari isi kesibukan kita dengan mempersiapkan manuver-manuver perubahan kita di masa mendatang. Mumpung muda, isilah dengan bekal-bekal positif.
Berikutnya ada juga yang berargumen bahwa pacaran untuk mengetahui pribadi pasangannya supaya kalau seandainya jadi nikah maka tidak perlu ragu-ragu lagi. Kalau dipikir-pikir argumen ini memang lebih oke dari yang sebelum-sebelumnya. Kenapa saya sebut seperti itu karena tidak mungkin kita menikahi orang yang tidak kita ketahui. Namun, ada hal-hal lain yang harus kita luruskan.
Pertama, jika kita menyatakan pacaran adalah sarana pengenalan calon istri maka sejatinya kita adalah orang yang memiliki kelemahan niat. Lemah niat berarti miskin amal. Kalau niat sudah kuat untuk nikah, mengapa harus melewati proses pacaran segala? Realita mengajarkan, banyak juga yang justru setelah berpacaran sekian tahun malah bubar dengan alasan ketidakcocokan. Ih…bagaimana jadinya kalau kita telah buka-bukaan aib dengan pacar, kan jadi bumerang kalau sewaktu-waktu pacaran kita kandas apalagi dengan berbagai alasan yang intinya tidak setia. Satu lagi teman, manusia ini fitrahnya berkeluh kesah dan tidak pernah puas, jadi kecil kemungkinannya menikah bila mencari-cari pasangan yang benar-benar cocok.
Kedua, dalam Islam memang ada sarana berkenalan dengan calon istri, tapi bukan dengan pacaran. Berkenalan dengan calon istri dalam Islam dijaga dan dikontrol dalam hijab yang jelas, bukan dengan pegang-pegangan tangan di tepi pantai sambil sharing pemikiran. Bukan juga berdua-duaan di taman main ayunan (awas kecemplung ke dalam kolam taman!), makan bareng berduaan, and so on lah…yang pasti ujung-ujungnya zina. Itulah Islam, menjaga agar pemeluknya tetap dalam keadaan terhormat. Nah, terbatas banget dong kalau begitu? Bagaimana mungkin kita tahu kesempurnaan pasangan kita “luar-dalam”? Sejatinya, kata orang bijak pernikahan itu untuk saling mengisi dan saling melengkapi bukan saling memaksakan untuk sesempurna mungkin. Lagian kalau pacaran juga kita tidak bisa menjamin segala hal yang kita diskusikan adalah fakta. Realitanya, sebagian besar adalah kebohongan yang dikemas dalam bentuk gombalan maut…
Nah, kalau ada alasan pacarannya karena iseng, pasti hidupnya dipenuh dengan keisengan belaka. Tujuan hidupnya iseng, amalannya iseng, niatnya iseng, bahkan iseng-iseng dia berani berpikiran nyobain neraka…Wah, gawat dah kalau hidup ga jelas kayak gitu.
Banyak lagi alasan-alasan yang diberikan para pelaku pacaran ini. Seluruhnya sebenarnya adalah alasan yang dibuat-buat dengan mengkambinghitamkan cinta. Terserahlah cinta yang mana menurut mereka yang mereka perjuangkan. Tapi yang pasti Allah berfirman dalam hadits Qudsi: “Cinta-Ku berhak Aku berikan kepada orang-orang yang saling mencintai karena-Ku, saling berbagi karena-Ku, dan saling bersilaturahmi karena-Ku.”
Juga dalam shahih bukhori, Rasulullah bersabda: "Tidak akan mendapatkan manisnya iman sehingga ia mencintai seseorang dan ia tidak mencintainya kecuali karena Allah, dan sehingga ia lebih suka dimasukkan ke dalam api dari pada kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya, dan sehingga Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari pada yang lain."
Wallahu'allam
Inspirasi: berbagai sumber
0 Response to "Pacaran dan Cinta"
Posting Komentar
Silahkan berkomentar