Sob,
pasti taulah dengan catur. Ya iyalah, sebab catur adalah permainan akrab
terhadap para pelakonnya. Catur ada mulai dari lapisan terbawah hingga kalangan
elit. Maka saya pun percaya sobat sangat kenal dengan permainan ini, termasuk
saya.
Permainan
catur sebagaimana yang telah kita ketahui bersama identik dengan waktu. Why? Oleh karena berhubungan erat dengan
adu strategi dan setiap strategi yang jitu haru dipikirkan matang-matang maka
mau tak mau bermain catur akan memakan waktu yang tidak sedikit.
Nah,
berkenaan dengan ini Islam memiliki pandangan sob. Islam punya prinsip
menghargai waktu. Kata ulama salaf: “Jika engkau tidak disibukkan dengan
ketaatan pasti akan disibukkan dengan hal-hal yang sia-sia.” Lho, kok ngono
toh? Catur kan mengasah otak? Ya, sudahlah...Kupas bang pembahasannya satu,
sama teh esnya juga, hehehe....
bidak catur |
Hukum Bermain Catur
Mengenai hukum bermain catur, dapat
dirinci menjadi dua:
1. Jika
bermain catur sampai meninggalkan kewajiban dan berisi perbuatan yang haram,
maka hukumnya haram berdasarkan
kesepakatan para ulama.
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
وَكَذَلِكَ يَحْرُمُ
بِالْإِجْمَاعِ إذَا اشْتَمَلَتْ عَلَى مُحَرَّمٍ : مِنْ كَذِبٍ وَيَمِينٍ
فَاجِرَةٍ أَوْ ظُلْمٍ أَوْ جِنَايَةٍ أَوْ حَدِيثٍ غَيْرِ وَاجِبٍ وَنَحْوِهَا
“(Bermain catur) itu diharamkan
berdasarkan ijma’ (kesepakatan para ulama) jika di
dalamnya terdapat keharaman seperti dusta, sumpa palsu, kezholiman, tindak
kejahatan, pembicaraan yang bukan wajib” (Majmu’ Al Fatawa, 32: 245).
Jika
demikian, jika bermain catur sampai melalaikan dari shalat lima waktu dan
berjama’ah di masjid (bagi pria), dalam kondisi ini permainan catur dihukumi
haram. Dan inilah kebanyakan yang terjadi (hayo, ngaku...). Karena sibuk
memikirkan strategi, pikirannya dihabiskan berjam-jam sehingga akhirnya
meninggalkan shalat. Banyak rugi jadinya, kopi yang ngak sadar terteguk 5 gelas
(gimana caranya?) siapa yang bayar? Belum lagi rokok 1 bungkus tiap main catur.
(eiiitss, kita ga ngerokok bang. Ini kopi juga bentar lagi tobat). Gimana tuh?
2. Jika
tidak sampai melakukan yang haram atau meninggalkan kewajiban, maka terdapat khilaf atau perbedaan pendapat diantara
para ulama.
Pendapat pertama,
hukumnya tetap haram. Demikian pendapat mayoritas ulama dari ulama Hambali,
Malikiyah, Hanafiyah dan fatwa dari ulama saat ini seperti Syaikh Muhammad bin
Ibrahim dan fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’.
Pendapat kedua,
hukumnya tidak haram. Demikian disebutkan oleh sebagian ulama Syafi’iyah dan
diikuti ulama belakangan seperti Yusuf Qordhowi dalam kitabnya Al Halal wal Haram.
Dalil ulama yang mengharamkan adalah
sebagai berikut.
ملعون من لعب
بالشطرنج والناظر إليها كالآكل لحم الخنزير
“Sungguh terlaknat
siapa yang bermain catur dan memperhatikannya, ia seperti orang yang memakan
daging babi” (Disebutkan dalam Kunuzul ‘Amal 15: 215)
Namun
hadits ini mengandung cacat dari dua sisi: (1) mursal dan (2) majhulnya satu
orang perowi yaitu Habbah bin Muslim. Sehingga hadits ini dho’if. Begitu pula hadits-hadits yang
membicarakan haramnya catur tidak keluar dari hadits yang dho’if dan palsu
(Demikian disebutkan oleh guru kami Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri
dalam kitab beliau Al Musabaqot hal.
227).
Dalil
yang lain adalah perkataan ‘Ali bin Abu Tholib berikut:
عَنْ مَيْسَرَةَ
بْنِ حَبِيبٍ قَالَ : مَرَّ عَلِىُّ بْنُ أَبِى طَالِبٍ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ
عَلَى قَوْمٍ يَلْعَبُونَ بِالشَّطْرَنْجِ فَقَالَ (مَا هَذِهِ التَّمَاثِيلُ
الَّتِى أَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ)
Dari Maysaroh bin Habib, ia
berkata, “’Ali
bin Abu Tholib radhiyallahu ‘anhu pernah melewati suatu kaum yang sedang
bermain catur. Lantas ia berkata, “Apa geragangan dengan patung-patung yang
kalian i’tikaf –atau berdiam lama- di depannya?” (HR. Al Baihaqi
10: 212).
Imam
Ahmad berkata bahwa inilah hadits yang paling shahih dalam bab ini.
Sedangkan ulama yang membolehkan
permainan catur beralasan bahwa Asy Sya’bi –ulama terkemuka di masa silam-
pernah bermain catur. Dan hukum asal segala sesuatu adalah halal sampai ada dalil tegas yang
mengharamkannya.
Pendapat yang terkuat dalam hal ini adalah yang mengharamkan catur dengan
alasan:
1.
Meskipun hadits yang melarang adalah dho’if, namun terdapat
dalil dari perkataan ‘Ali bin Abi Tholib yang berisi pengingkaran beliau.
Inilah pemahaman secara tekstual dari dalil tersebut.
2.
Buah catur tidak ubahnya seperti patung yang
memiliki bentuk. Sebagaimana diketahui bahwa memiliki gambar atau patung
hukumnya adalah haram, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ
الْمَلاَئِكَةَ لاَ تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ
“Para
malaikat tidak akan masuk ke rumah yang terdapat gambar di dalamnya (yaitu
gambar makhluk yang memiliki ruh)” (HR. Bukhari 3224 dan Muslim no.
2106).
Patung
catur termasuk dalam gambar tiga dimensi dan terlarang pula berdasarkan hadits
ini. Demikian alasan dari Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah.
3. Ulama yang membolehkan
catur memberikan syarat: (1) tidak sampai berisi
keharaman seperti judi dengan
memasang taruhan, perkataan sia-sia atau celaan, dan dusta, (2) tidak sampai meninggalkan kewajiban seperti
meninggalkan shalat. Namun syarat ini jarang dipatuhi oleh pemain catur
sebagaimana kata guru kami, Syaikh Sholeh Al Fauzan hafizhohullah ketika membantah pernyataan
Yusuf Qordhowi dalam Al Halal wal Haram yang
membolehkan permainan catur. Jika syarat di
atas jarang dipatuhi, bagaimana mungkin kita katakan boleh-boleh saja bermain
catur?
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Permainan catur
tetap dinilai haram oleh mayoritas ulama meskipun tidak terdapat hal-hal yang
terlarang. Dilarang demikian karena catur sering melalaikan dari
berdzikir pada Allah, melalaikan dari shalat, menimbulkan permusuhan dan
kebencian dan hal ini berbeda dengan permainan dadu
apabila dadu tersebut disertai adanya taruhan. Namun jika permainan catur dan
dadu sama-sama memakai taruhan, catur dinilai lebih jelek” (Majmu’ Al Fatawa,
32: 245).
Gimana sob, tercerahkan???
Pesan
terakhir sob dari kekasih kita, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam,
مِنْ
حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ
“Di antara
kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat”
(HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih).
Jika kita ingin baik, maka jauhilah
hal yang tidak bermanfaat. Moga Allah beri taufik dan hidayah yang tiada
putus-putus bagi kita semua. Amin....
0 Response to "Bermain Catur dalam Pandangan Islam"
Posting Komentar
Silahkan berkomentar